Selamat Datang

Selamat membaca. Semoga bermanfaat !

Kamis, 29 November 2012

KOQ BISA GITU ?

       Hari ini, tanggal 28 November 2012. Jam baru menunjukkan pukul 09.00. Cuaca cerah dan angin masih sepoi-sepoi. Tadi pagi aku bangun pagi seperti biasa, pk. 04.45. Setelah urusan sarapan dan bekal sekolah selesai, giliran suamiku yang mengantar anak-anak kesekolah. Waktu menunjukkan pk. 05.45. Setelah semua pergi, aku kembali tidur dan baru terbangun sekitar pk. 08.30. Aku biasanya langsung mandi dan bersiap untuk memulai pekerjaan rutinku. Tepat saat aku bersiap-siap, aku memeriksa ponselku dan disana sudah ada 1 pesan yang masuk dan 2 panggilan tak terjawab, semuanya dari Pak H. Revan, distributor langgananku. Aku membaca SMS-nya yang mau menegaskan jumlah uang yang kubayar kemarin lewat pegawainya yang datang menagih ketempatku. Aku sudah memberitahu padanya kemarin tetapi tampaknya ia mau menegaskan sekali lagi. Aku langsung menelpon balik dan diangkat oleh Pak. Haji sendiri.

      Ternyata pegawainya telah membohonginya dengan hanya menyetorkan sejumlah Rp. 6.084.000. Sedangkan aku membayar sejumlah Rp. 6.505.000. Untung saja kemarin aku langsung meng-SMS Pak Haji begitu selesai pembayaran dan sudah mendapatkan nota putih. Ternyata Pak Haji sedang melakukan cross check ke beberapa customernya dan ia mencocokkan data serta bukti-bukti kecurangan pegawainya itu.     
      Aku merasa tak enak hati karena lewat informasikulah yang membuat Pak Haji bertindak tegas atas bukti-bukti kecurangan pegawainya yang membuat beberapa dari mereka menerima PHK. Aku cuma merasa aku sudah benar dengan telah memberitahukan kebenaran kepadanya dan itu memang sudah seharusnya, bukan malah menutup-nutupi atau malah melegalkan perbuatan tak baik demi keuntungan sepihak. Karena menurut Pak Haji, ada juga customernya yang memanfaatkan situasi dari kejahatan pegawainya dengan turut mendapatkan untung dari barang curian berharga murah.
       Siang itu aku banyak merenungkan kejadian yang menimpa Pak Haji dan mencoba mengambil intisari dari kejadian seperti itu. Aku mulai menjadi was-was dan memperhatikan tindak-tanduk pegawaiku sendiri. Puji Tuhan, aku masih bisa menaruh kepercayaan pada mereka sebab mereka memperlihatkan kinerja yang baik dan teliti. Aku bisa bernafas lega.
       Menjelang sore, datanglah dua orang berbadan tegap dan bertanya padaku apakah ditokoku menjual pupuk urea? Aku bilang kosong. Dia minta waktu padaku untuk berbincang sebentar sehingga aku penasaran dan bertanya pada keduanya, ada keperluan apa sesungguhnya. Rupanya mereka berdua adalah penyidik dari Mabes Polri, tepatnya dari Densus 88. Keperluannya adalah menginterogasiku dan memintaku sebagai saksi dari kasus peledakan bom di Depok dan Bojonggede. Semua karena para pelaku mengaku membeli salah satu bahan pembuat bom, yakni urea di tokoku.
       @#$%&*!?  Masa iya, begitu banyak toko pertanian didaerah ini, kenapa nyebut nama tokoku?
       Aku menjelaskan panjang lebar perihal pembelian dan penjualan pupuk tersebut ditoko kami. Aku menjelaskan pada para penyidik ini jalur distribusinya. Sempat aku berpikir, mungkin sang teroris membeli dalam jumlah besar. Tetapi ternyata, kata sang penyidik, bom rakitan tersebut hanya membutuhkan beberapa gram saja.  Aku tidak pernah mengetahui bagaimana cara membuat bom serta tidak mengetahui siapa saja pembeliku karena sebagai toko, kami menjual produk kepada siapa saja yang datang atau mau membeli. Lagipula, urea adalah jelas-jelas pupuk yang sangat umum untuk pertanian. Aku sama sekali tak tahu bahwa si-pupuk urea bisa dipakai sebagai bahan pembuat bom.
      Jadilah aku harus menandatangani BAP dan BAP Sumpah, karena aku sangat keberatan bila suatu hari harus berurusan dengan panggilan pengadilan sebagai saksi. Setelah menandatangani BAP Sumpah, aku tidak perlu lagi dihadirkan dipersidangan. Aku diperlihatkan 5 buah foto dan diminta untuk mengidentifikasi mereka sebagai pelaku. Tentu saja aku tidak mengenalnya. Bahkan foto-foto tersebut cenderung sama satu dengan yang lain, rata-rata tampangnya dibuat ke-Arab-araban alias Arab nggak jadi. Mukanya adalah muka orang Melayu tapi dandanannya ala Arab tapi setengah-setengah, ada yang cuma janggutnya saja, gamisnya saja, pecinya saja, kupluknya saja, atau hanya brewoknya saja yang kentara mau di Arab-arabkan. Kalau meniru gaya lawakan di televisi, biasanya yang begitu dikatai "muka onta". Itu sekedar bercanda saja. Sesungguhnya aku tidak pernah melihat tampang mereka dimanapun sebelumnya. Dalam hati aku merasa aneh, koq ada ya, orang dengan tampang-tampang demikian? Seandainya aku pernah melihat, tentulah takkan lupa. Ibarat bila kita melihat sesuatu yang aneh dan tidak lazim, pastilah kita akan ingat. Aku benar-benar tidak pernah melihat orang-orang dengan tampang demikian.
       Setelah pemeriksaan selesai aku malah berbincang-bincang ringan dengan asisten penyidiknya, Bapak Eko Agus yang tidak mau identitasnya dipublikasi. Bahkan ia tidak memperbolehkanku memiliki salinan BAP ataupun salinan surat tugasnya. Tetapi aku diperbolehkan turut mengedit naskah BAP yang sekiranya tidak sesuai dengan jawabanku yang diketiknya langsung di laptopnya. Sedangkan atasannya, AKBP Zulfikar Simanjuntak, hanya bersantai saja dimobil. Aku mencatat nomor keanggotaan POLRI mereka tanpa setahu mereka hanya untuk berjaga-jaga seandainya kelak terjadi sesuatu yang tidak baik terhadap diriku.
       Aku bertanya mulai dari motivasi para pelaku membuat bom, yang jawabannya adalah mereka menginginkan sebuah negara Islam baru. Aku bertanya apakah ada kekuatan besar dibalik mereka, jawabannya tidak ada. Bahkan sang penyidik menambahkan bahwa banyak pelaku yang tertangkap berasal dari kelas ekonomi menengah kebawah. Jadi menurutnya, semua berasal dari himpitan ekonomi. Mereka gampang dipengaruhi oleh pihak manapun untuk bertindak sebagai kaki tangan teroris dengan iming-iming kesejahteraan dikemudian hari bila mau mewujudkan sebuah negara baru dengan berkorban nyawa sekalipun.
       Lepas dari perbincangan serius, AKBP Agus Eko adalah pribadi yang hangat. Ia memiliki seorang isteri yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit pemerintah dan memiliki 2 putra. Ia juga tampak sangat ramah dan tidak berniat memberatkan posisiku, tetapi menyarankan agar aku tetap tenang dan tidak gugup serta menjawab apa adanya. Aku juga baru tahu, bila ingin terhindar dari pertanyaan yang makin rumit, panjang, berbelit-belit dan berulang-ulang, cukup dijawab dengan 'saya tidak tahu'.
       Tetapi memang sungguh aku tak tahu. Jadi buatku, menjawab dengan 'saya tidak tahu' adalah sebuah kejujuran yang kujunjung tinggi.
       Kembali ke masalah terorisme. Kita harus was-was karena gerakan ini dilakukan secara sporadis dan masih banyak lagi di seluruh pelosok negeri yang belum tertangkap. Dan satu yang memprihatinkan, sang penyidik berkata bahwa para pelaku peledakan bom yang telah tertangkap tersebut didampingi oleh para pengacara handal yang siap membebaskan mereka dari segala tuduhan, dan bayaran para pengacara ini tidaklah sedikit. Dan para penyidik harus benar-benar menyiapkan berkas selengkap mungkin untuk bisa memenangi kasus tersebut dan memenjarakan pelakunya.
        Aku merasa keadilan itu sedikit membingungkan. Bagaimana bila ternyata terorisnya yang menang di pengadilan? Apakah mereka akan dibebaskan begitu saja?
       Sore ini menjadi sore yang berat dan padat bagiku karena aku merasa terlibat secara langsung dan tak langsung pada dua peristiwa besar yang berpengaruh bagi orang lain dan juga bagi negeri ini. Semoga keteranganku bisa memberi jalan bagi keadilan dan kebenaran. Tuhan menyertai......