Aku termasuk menantu yang beruntung karena aku memiliki seorang mertua perempuan yang sangat pengertian (selanjutnya disebut mama).
Mama berusia 54 tahun saat pertama aku diperkenalkan oleh pacarku saat itu, kini sudah jadi suamiku. Saat itu beliau sedang merayakan ulang tahun dirumahnya di daerah Kota, Jakarta Barat. Aku yang saat itu masih mengikuti kursus menjahit di belakang rumahnya, mampir untuk mengucapkan selamat. Pertemuan pertama sudah meninggalkan kesan menyenangkan.
Beliau tampak ramah dengan senyumnya yang lebar menyambut kedatanganku. Saat itu sudah cukup malam, sekitar pk. 20.30 sehingga tamu-tamu sudah pulang. Hanya ada 3 kakak kandung suami, yang seorang adalah perempuan dan seorang kakak ipar perempuan suami. Aku diperkenalkan kepada mereka satu-persatu.
Herannya pada saat itu, aku sudah bisa merasakan "hawa" lain ketika bersalaman dengan kakak perempuannya. Telapak tangannya tidak menggenggam tapi hanya ditempelkan sebentar pada jabatan tanganku. Dan ia hanya menoleh sedikit saja kearahku saat itu. Berbeda dengan kakak ipar perempuannya yang menyambut jabatan tangan dengan senyum-senyum tanpa kata-kata. Maknanya cukup dalam bagiku, karena sepanjang percakapan nantinya, ia memandangi aku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Berbeda pula dengan kedua kakak laki-lakinya yang disepanjang percakapan membombardirku dengan pertanyaan-pertanyaan yang cukup berat dan menantang, seperti berapa lama jatuh tempo hutang bahan pakaian, pernahkah ada pelanggan yang tidak mau membayar hutang dan berapa omset toko perbulannya. Pertanyaannya berhubungan dengan pekerjaanku saat itu yang masih berdagang di Tanah Abang. Orang tuaku memiliki usaha konveksi. Keluarga kami memiliki 3 buah kios disana, salah satunya aku yang kelola.
Memang kesannya asyik, tapi pertanyaan tersebut sangat kurang 'hangat', setidaknya menurutku saat itu untuk diutarakan pada pertemuan pertama. Mungkin kelak bila terjalin hubungan yang lebih jauh bisa ditanyakan dengan lebih ringan dan dalam suasana yang santai. Sehingga jawaban yang didapatpun akan lebih memuaskan.
Hal itu akhirnya menjadi suatu pembuktian pada saat ini, ternyata mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak sabaran dan sering mengutarakan segala sesuatu secara blak-blakan. Saat aku menyadarinya pada awal-awal pernikahan memang cukup mengagetkan. Tetapi seiring waktu aku sudah terbiasa untuk tidak cepat menanggapi tetapi lebih santai dan memilih untuk mendengarkan saja. Pada akhirnya, selalu ada solusi terbaik.
Sedangkan hubunganku dengan mama, semakin hari semakin erat. Sampai saat ini, mama adalah andalanku dalam segala situasi dan demikian juga sebaliknya. Mama selalu siap bila dimintai bantuannya untuk menggantikan tugas menutup dan membuka toko bila kami berdua berhalangan. Kami berdua memang memiliki toko masing-masing. Tetapi Mama menguasai kedua bidang ini secara baik dan mengesankan.
Mama juga selalu menjadi perekat dan tali sirahturami bagi kami dengan kerabat yang lain. Lewat mama juga kami selalu tahu kabar dari saudara-saudara lain bahkan yang diluar daerah dan luar negeri. Mama memiliki dua buah ponsel yang selalu aktif. Mama juga memiliki akun FB, tentu saja aku yang membuatkannya. Mama juga termasuk tipe 'gaul' lantaran masih berguyon dalam logat Betawinya yang kental. Mama lahir dan besar di Tanah Tinggi, Senen. Sedangkan nenek moyangnya berasal dari Provinsi Guangdong di China Selatan.
Mamaku memiliki mesin jahit portabel kecil yang masih berfungsi dengan baik. Beliau bisa menjadi tukang permak sewaktu-waktu bila dibutuhkan baik oleh anak maupun cucunya.
Meja kantor Mama, penuh selipan foto dan kartu nama. |
Mama akan selalu membelikanku oleh-oleh kemanapun dia pergi atau bila pulang dari perjalanan wisata. Yang lucu adalah bila mama benar-benar hanya membelikanku saja, sedangkan yang lain tidak, maka mama akan menyuruhku kembali keesokkan harinya untuk mengambil oleh-oleh tersebut dan berkata pada yang lain bahwa ia tidak membeli oleh-oleh apapun. Beliau tidak enak hati dengan yang lain.
Demikian pula bila mama hendak menyuruhku melakukan sesuatu, dia tidak akan sungkan memintanya karena aku pasti memenuhinya. Bahkan aku lebih sering memberinya surprise dan hadiah-hadiah yang selalu membuatnya terharu. Tidak ada satupun teman mama yang tidak mengenal aku karena aku selalu diperkenalkan kepada mereka bila berjumpa ataupun lewat cerita-cerita mama kepada mereka. Terhadap teman-teman mamapun aku sebisanya juga memberi perhatian supaya mereka senang. Alhasil, teman-teman keluarga kami juga bertambah, yakni dengan anak-anak dari sahabat mama juga. Sungguh suatu kebahagiaan tak terucap.
Mama adalah teman sekaligus orangtua bagiku. Tanpanya, aku pasti kesepian dan kesusahan. Pada Tuhan aku bersyukur sebab aku sampai pada usiaku saat ini yang menginjak 40 tahun, aku dikaruniai dua orang mama yang kedua-duanya menyayangiku seperti anak kandung mereka. Dalam doaku, aku selalu memohon agar Tuhan memberi mereka umur panjang dan karunia kesehatan. Bila orang tua sehat dan berumur panjang, mereka dapat menikmati hari tuanya dengan bahagia bersama dengan anak dan cucu. Tidak ada harta yang dapat menandingi kekayaan dibandingkan dengan memiliki mereka ini. Coba saja ikuti obrolan orang-orang tua bila bertemu sahabat atau kerabat mereka, pasti yang mereka tanyakan adalah berapa banyak anak, berapa banyak cucu yang dimiliki, bukan berapa banyak uangmu atau ada berapa usahamu. Mereka akan saling membanggakan anak-anak dan cucu-cucu mereka. Sungguh menyenangkan bila kita bisa dekat dan menyayangi orang tua kita.