Selamat Datang

Selamat membaca. Semoga bermanfaat !

Selasa, 30 Oktober 2012

CAP GOMEH DI TEGAL

       Setiap tahun, di kota Tegal, Jawa Tengah selalu ada festival budaya yang diselenggarakan oleh komunitas pemeluk agama Konghucu yang berpusat di Klenteng Tek Hay Kiong yang terletak di Jalan Gurame No. 4 Tegal. Puncak perayaan adalah setiap tanggal 15 bulan pertama dalam penanggalan Imlek atau tepatnya 15 hari setelah Tahun Baru Imlek atau yang lebih dikenal sebagai Cap Gomeh.
      Rangkaian  acara sebenarnya sudah mulai digelar sebelum Tahun Baru Imlek yakni acara pemberian sedekah berupa bahan sembako kepada penduduk setempat yang kekurangan ekonominya. Lalu beberapa hari sebelum Cap Gomeh terdapat tradisi memandikan Kong Co atau tandu para dewa. Memandikannyapun melalui serangkaian upacara. Bagi para wisatawan lokal ataupun penduduk setempat, air bekas membersihkan para Kong Co tersebut dianggap memiliki kekuatan magis yang dapat dipakai sebagai tolak bala dan juga mendatangkan rezeki. Air tersebut biasanya akan dipakai untuk membersihkan kapal-kapal nelayan. Seperti kita tahu bahwa kota Tegal adalah salah satu kota yang terletak di Pantura yang aktivitas para nelayannya ramai dan sibuk. Tegal dikenal pula sebagai Kota Bahari.



       Pada malam sebelum Cap Gomeh, selepas magrib arak-arakan Kong Co akan melintasi jalur-jalur utama disekitar Klenteng. Para Kong Co yang ditandu tersebut akan ramai-ramai diperebutkan untuk ditandu bergantian oleh para pengunjung. Makin sering kita memanggul tandu tersebut maka akan semakin banyak rezeki yang akan kita peroleh nantinya.
       Menurut tradisi dan kepercayaan, para Kong Co akan sangat senang bila tandunya digoyang-goyangkan. Maka para pemanggul tandu akan juga menggoyang-goyangkan tandu yang dipanggulnya agar Kong Co senang.
       Sebagaimana hio menjadi lambang dan sekaligus wadah dan sarana untuk menyampaikan doa kepada para Dewa, maka pada saat upacara perarakan ini hio tidak terputus dinyalakan. Udara menjadi pengab oleh asap dan mata menjadi berkunang-kunang serta berair. Sementara itu lilin dan lampion menghiasi seluruh area Klenteng. Lampion-lampion berwarna merah menghiasi sepanjang jalan yang akan dilalui perarakan Kong Co. Belum lagi tabuhan gendang dan cymbal mewarnai upacara tanpa henti. Juga petasan dan kembang api yang disulut oleh warga maupun pengunjung. Telinga menjadi pekak dan hidungpun mengeluarkan air karena pengaruh bau hio. Walau demikian, sampai tengah malam masih saja tetap ramai
oleh pengunjung dan mereka baru akan menyudahi upacara setelah lewat tengah malam.



   












       Besok paginya, upacara akan dilanjutkan kembali sampai dengan malam hari. Baru setelah itu para Kong Co akan diletakkan kembali ditempat peristirahatannya didalam Klenteng sampai dengan Cap Gomeh tahun yang akan datang.
       Dalam rangkaian upacara itu ada juga acara unjuk kebolehan para pengikut setia para Kong Co yakni dengan menusuk-nusuk diri dengan pedang atau juga memotong lidah mereka. Bagi orang awam, pertunjukkan ini sangatlah menyeramkan. Aku sendiri tidak berani menyaksikan karena ngeri. Sedangkan suamiku menyaksikan dengan khidmat dan diam. Ternyata dia juga ngeri tetapi masih punya nyali untuk melihat.
       Para pengunjung datang dari berbagai daerah di tanah air. Mereka sudah memesan hotel dan penginapan dari jauh-jauh hari. Ada beberapa hotel besar di kota Tegal dan satu-dua jenis penginapan sekelas losmen. Kebetulan kami menginap disebuah  losmen yang dikelola oleh kenalan kami. Pada waktu kami tiba di sana sehari sebelum perarakan dimulai, semua kamar sudah penuh terisi. Dilobi saat itu kami melihat hilir mudik banyak tamu-tamu yang kecewa  karena tidak mendapat kamar. Ada yang mengumpat, mau tidur dimana mereka malam itu karena semua tempat sudah penuh. Beberapa tahun yang lalu, saat suamiku berkunjung ke Tegal pada perayaan yang sama, ia tidur dirumah kerabat sahabatnya karena tidak mendapat kamar hotel ataupun losmen.
       Perayaan dua hari dua malam itu membuat warga Tegal sigap seketika. Mereka akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya menyambut tamu-tamu dari luar kota. Bagi para pedagang, acara tersebut mendatangkan rezeki berlimpah, baik itu pedagang cenderamata dan souvenir, pedagang makanan dan minuman maupun penyedia jasa seperti hotel, losmen, tukang becak, tukang ojek maupun guide lokal. Setelah lewat dua hari perayaan, kota akan kembali normal seperti sedia kala. Seperti waktu kami bangun pada pagi hari setelah upacara usai, suasana sunyi dan damai, tidak ada lagi hiruk pikuk. Didepan Klenteng hanya tampak beberapa orang sedang menyapu halaman. Jalan raya juga tampak lengang dan toko-toko disepanjang jalan tampak buka seperti biasa, seakan kemarin tidak terjadi apa-apa.
       Bahkan didepan Klenteng terdapat sebuah rumah walet yang tampak penuh dihuni oleh mahluk-mahluk penghasil liur emas tersebut, tampak terbang dengan damai dan sesekali mengeluarkan suara khasnya. Bagaimana keadaan mereka dua hari dua malam yang lalu Menjadi pertanyaan bagi kami, tidakkah mereka terganggu? Tampaknya tidak, karena menurut pemilik gedung, walet-walet itu sudah ada disana puluhan tahun yang lalu. Sungguh suatu keajaiban alam.
       Setelah membeli oleh-oleh khas Tegal berupa telur bebek asin yang tersedia dalam tiga pilihan, yakni mentah, rebus dan telur bakar serta seperangkat teko dari tanah liat, yang dijajakan oleh toko-toko disepanjang jalan raya, kami bergegas kembali ke Jakarta. Ciao.

Kamis, 25 Oktober 2012

IN MEMORIAM, PAPA

SATU TAHUN PERINGATAN WAFAT PAPA ( 29 OKTOBER 2011 - 29 OKTOBER 2012 )

       Tak terasa sudah satu tahun berlalu sejak meninggalnya Papa karena komplikasi sakitnya sejak lama.
Saat-saat terakhir Papa sungguh mengenaskan karena sakit diabetesnya yang sudah kronis menyebabkan luka yang sangat serius pada salah satu telapak kakinya. Sementara itu, komplikasi pada ginjal dan paru-parunya semakin menjadi. Belum lagi ditambah kebiasaan Papa yang tidak mau menuruti nasihat dokter untuk minum obat secara teratur. Kami sekeluarga hanya bisa memaklumi dan pasrah pada keadaan.

Tabur bunga 1 tahun peringatan wafat papa.

Senin, 15 Oktober 2012

MAMA

       Sungguh suatu kebahagiaan tak terkira yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata karena aku masih memiliki seorang mama. Sepeninggalan papa setahun yang lalu, mama tinggal bersama keluarga kami.
Pada awalnya memang terasa ada ganjalan dan sedikit gangguan, terutama pada rutinitas kegiatan kami sekeluarga.
       Biasanya apabila kami sekeluarga hendak berpergian, kami tinggal mengunci pintu saja dan langsung berangkat. Juga bila kami hendak mengadakan acara kumpul-kumpul dengan teman-teman dan ibadat ataupun latihan koor bersama Lingkungan dan Gereja, kami tinggal mengundang dan mereka bisa datang kapan saja. Atau bila kami hendak menginap diluar kota, kami tidak perlu repot-repot mengurusi akomodasi, cukup pesan satu kamar yang memiliki twin bed ukuran king size dan queen size yang cukup untuk kami berempat. Dan selama 3 bulan pertama sejak mama tinggal bersama kami, rutinitas tersebut harus berubah demi menjaga stabilitas dan kepentingan bersama.
       Mamaku sedang dalam masa berkabung yang dalam. Keadaan fisiknya sangat menurun seiring dengan beban psikisnya sejak lama karena merawat papa yang sakit selama hampir 27 tahun. Mama menjadi lebih sensitif dari biasanya, tidak mau ditinggal sendiri dirumah, masih menghindari keramaian dan menarik diri dari pergaulan. Kami mencoba mengerti keadaannya dan selalu menghibur serta menyemangatinya. Kami tidak melupakan bahwa mama juga sedang dalam proses menyesuaikan diri dalam keluarga kami.
       Sejak saat itu, selalu saja ada salah satu anggota keluarga yang ditinggal dirumah untuk menemani mama. Jadi, praktis kami tidak pernah lagi berenang berempat, ke toko buku hanya bertiga, demikian juga bila ke gereja, belanja, bahkan kami tidak pernah pergi nonton bioskop dan jarang sekali ada acara  makan diluar dalam periode tersebut. Pasalnya, mama vegetarian dan belum lagi berbagai alerginya pada makanan yang digoreng dan dibakar serta bumbu-bumbu masak tertentu.
       Ada kalanya kami makan diluar dan mengajak mama serta. Kami  memilih resto yang tidak terlalu mempermasalahkan bila membawa makanan dari luar karena mama selalu membawa bekal makanan dan minuman kemanapun dia pergi. Atau kami semua beralih ke makanan bermenu vegetarian.
       Anak-anak pernah mengeluhkan keadaan dan perubahan yang terjadi dalam rumah kami, tetapi dengan diberi pengertian yang baik, mereka sangat memahami keadaan yang dihadapi dan tampaknya juga berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan dalam rutinitas dan kegiatan di rumah. Alhasil, anak-anakku yang sudah remaja dan duduk di bangku SLTA betah dirumah dan memiliki banyak kegiatan yang dapat mereka lakukan di rumah.
       Waktupun perlahan berlalu dan mama sudah mulai melalui masa berkabungnya. Perlahan tapi pasti mama sudah bisa melibatkan diri lagi dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Mamaku Buddist yang taat. Kini mama sudah punya acara rutin sebulan dua kali menginap di rumah adiknya, tanteku di Jelambar, untuk kegiatan viharanya di bilangan Jelambar. Mama bisa menginap 2 sampai 3 hari disana. Nah, saat mama menginap itu, kami bisa pergi berempat untuk nonton, nongkrong di cafe, jalan-jalan di mal atau sekedar keliling-keliling naik mobil. Ke gerejapun kami dapat bersama-sama bila kepergian mama menginap pas jatuh dihari Sabtu atau Minggu.
       Mama sudah mulai menata lagi peralatan riasnya dikamar dan mengeluarkan peralatan sound systemnya. Aku sampai merelakan ruang tamu kami didepan untuk kepentingan mama melakukan segala aktivitas dan kesenangannya. Aku membiarkan mama meletakkan mesin jahit, meja tamu yang bisa sekaligus menjadi meja potong, karena mama gemar menjahit, TV ukuran 42 inch yang diletakkan diatas bufet, termasuk DVD Karaoke dan satu set sofa panjang yang bisa menjadi tempat tidur siangnya dan juga sebuah meja setrika di ruangan itu.
       Ruang lain yang dikuasai mama adalah ruang cuci. Mama selalu mencuci pakaiannya sendiri padahal kami memiliki mesin cuci. Mama juga menyeterika pakainnya sendiri padahal kami memiliki asisten rumah tangga yang kugaji untuk menyeterika dan membersihkan rumah. Kadang-kadang dipilih-pilihnya pakaian kami untuk dicucinya dengan tangan. Alasannya, sayang pada pakaian yang bahannya halus bila dicuci mesin bisa cepat rusak.
       Mama juga memasak makanannya sendiri dan mencuci alat makannya sendiri. Dia akan belanja sayuran ke pasar terdekat seminggu dua kali. Kebetulan tempat tinggal kami tak jauh dari pasar. Dia akan membawa keranjang sayurnya untuk berbelanja dan hanya akan pulang bila uangnya sudah habis. Tetapi budget belanjanya memang tak pernah lebih dari lima puluh ribu saja.
       Dengan demikian, mama juga sudah menguasai area dapur. Kami senang karena sejak mama mau melibatkan diri dalam kegiatan dan rutinitas kami, banyak hal terbantu dan ada banyak hal-hal baru mewarnai kehidupan kami.
       Beberapa hal yang pada akhirnya sangat kami syukuri adalah mama menjadi teman bagiku dan terutama bagi anak-anak dalam berbagi rasa dan cerita. Dari mama juga, anak-anak banyak belajar hal-hal  baru dalam hidup mereka.
       Mamaku orang yang baik hati dan juga sangat ringan tangan. Bila anak-anak mengeluhkan sesuatu, dia akan mencoba menolong dan sekaligus mengajari mereka mengatasi masalah dengan membantu mencari jalan keluarnya. Anak-anak dengan ringan dan terbuka bisa 'sharing' dengan neneknya tentang apa saja yang dialaminya.
       Anak-anak juga belajar memasak menu masakan kesukaannya. Anakku yang besar, lelaki, sudah bisa membuat mi goreng, nasi goreng, mi godok, soup cream makaroni, telur dadar dan omelet setengah matang. Sedangkan adiknya, perempuan, sudah bisa memasak semua menu diatas ditambah capcay, bolu, cookies, dan membuat pasta sendiri. Mama mengajarinya membuat adonan mie dan menggiling serta memotongnya.
       Suatu ketika pernah ia membuat kejutan dengan menyajikan kami sekeluarga dengan mie ayam spesial yang pastanya dia buat sendiri berikut semua sayuran dan kuahnya. Rasanya uenak tenan. Tentu dengan bangga ia mengatakan, " Popo yang ajarin. aku sudah bisa sekarang". Anak-anak memanggil mama Popo, yang artinya nenek dalam dialek Khek atau Chinese Hakka.
       Bila hari libur, mereka bertiga-tiga akan mencuci sandal dan sepatu yang kotor, tidak peduli milik siapa, semuanya dibersihkan. Mereka menjadi lebih peduli satu sama lain, saling menjaga dan saling menghargai.
       Buat aku pribadi, adalah suatu kebahagiaan tak terkira. Kini dimeja makan kami selalu terhidang makanan sehat ala vegetarian yang dulu kami anggap aneh, tetapi kini kami menyukainya. Aku hanya sekali-sekali saja memasak menu daging, yang artinya aku hanya sekali-sekali saja memasak didapur.
       Seiring waktu, kesehatan mama semakin membaik baik mental maupun fisiknya. Semua alerginya sudah hilang dan mama kini sudah bisa memakan gorengan, tentu saja yang vegetarian. Mama menderita alergi pada gorengan hampir 20 tahun lamanya. Setiap menyantap makanan yang ada unsur 'digoreng', Mama pasti radang.
       Kini, bila kami hendak makan diluar, sudah bukan halangan untuk mengajak mama serta. Kami jadi lebih sering makan di resto vegetarian ketimbang resto biasa. Mungkin karena selama ini kami selalu memakan masakan vegetarian, jadi kami merasa cocok dengannya. Bila kami sesekali ingin mencicipi resto umum, mama dapat memilih menu tanpa daging.
       Mama bahkan bisa ikut kami nongkrong di cafe. Dia bisa minum hot chocolate dan mencoba menu bitterballen keju serta banana wrap topping cheese dan peanut. Sementara aku dan suami asyik ngobrol, anak-anak online di laptopnya masing-masing, mama membaca tabloid dan majalah. Asyik,kan?
       Sehari-hari aku sibuk pada pekerjaanku ditoko pot dan pernak-pernik pajangan, sehingga aku jarang berada didapur pada siang hari. Hanya pagi hari saja aku  menyiapkan  menu sarapan dan bekal untuk anak-anak kesekolah. Bila aku kesiangan, mama akan menghandel semua pekerjaanku. Bahkan mama selalu mengantarkan makan siangku tepat pukul 10.30.
        Dengan rutinitas mama yang selalu menginap dua kali dalam sebulan, kami dapat mengatur jadwal kegiatan kami bila harus keluar kota dengan anak-anak, semisal berziarah keluar kota selama 2 sampai 3 hari. Bahkan saat kami tidak mempunyai kegiatan dan mama sedang tidak ada dirumah, kami semua merindukan kehadirannya dan bahkan kami malah merencanakan akan pergi kesuatu tempat wisata nantinya setelah mama kembali dari menginap dan mengajaknya serta agar dapat pergi bersama-sama dengannya.
Setiap kali kami pergi bersama-sama, tidak lupa juga Mama Mertuakupun diajak. Orang tua kami bersahabat. 
       Aku bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan padaku, pada keluarga kami untuk dapat bersama-sama dengan orang-orang yang kami cintai, untuk saling berbagi, saling menguatkan dan saling menyayangi. Aku bersyukur atas berkat kesehatan yang Tuhan berikan pada kami, terutama pada mama, sehingga pada usianya yang ke-66 tahun ini, mama tetap semangat menjalani hidupnya, selalu bersyukur atas apa yang dialaminya, dengan iklas dan penuh kasih menyisihkan waktunya untuk pelayanan juga. Puji Tuhan!

Sabtu, 13 Oktober 2012

WISATA JATILUHUR

       Bila berkunjung ke Purwakarta, pastikan untuk mampir di kawasan wisata Waduk Jatiluhur. Kawasan ini dikelola secara terpadu menjadi tempat wisata alam, wisata kuliner sekaligus penginapan dan resort serta tempat usaha budidaya ikan. Untuk masuk ke kawasan ini cukup membayar Rp. 6000,- per-orang.
       Disepanjang kawasan wisata Jatiluhur terdapat beberapa hotel dan resort yang dipakai sebagai tempat konferensi dan acara gathering. Penduduk disepanjang jalan dikawasan ini memanfaatkan tempatnya untuk menjajakan es kelapa muda dan mie instan. Ada juga beberapa rumah makan yang menyediakan musik karaoke bagi pengunjungnya. Yang lebih banyak lagi adalah usaha WC umum.

PENGRAJIN KERAMIK DESA ANJUN

Jenis-jenis pot tanam
       Desa Anjun terletak di Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Dari pusat kota Purwakarta kurang lebih berjarak 6 km kearah kota Bandung. Bila dari arah kota Bandung sebaiknya melalui Tol Pasteur dan turun di Ciganea. Selepas keluar pintu tol, kira-kira hanya 10 menit. Perjalanan dengan kendaraan roda empat tak terasa lama karena jalan aspal mulus dan tidak ada kemacetan berarti.
       Sesampai di lokasi, kami memasuki beberapa toko yang memajang berbagai jenis kerajinan tangan berbahan utama tanah liat yang dibakar pada suhu tinggi sehingga menjadi keramik. Ada pajangan, vas, guci dan juga pot tanam. Ada juga gentong dan asesoris untuk pembuatan taman dan tebing relief. Dari semua toko yang ada, ada satu pabrik tua yang menarik perhatian kami, yakni Perusahaan Keramik Mustika Bunda yang dikelola turun temurun, dan kini dikelola dan ditangani oleh Bapak H. Agus.