Pertengahan Mei 2014 akhirnya kesampaian juga niat ke Penang, Malaysia. Budget yang disiapkan adalah lima juta-an, all in untuk dua orang, perjalanan selama 4 hari 3 malam.
Kami menumpang pesawat Air Asia dan mendarat dengan mulus di Penang International Airport pada pukul 20.00 waktu setempat. Dari airport menuju ke hotel tempat kami menginap di Grand Inn Penang Road, kami menumpang Rapid Bus 401E. Rapid Bus di Pulau Pinang beroperasi hingga pukul 23.00.
Karena hotel terletak di 72 Penang Road, maka kami turun di halte Hotel Traders, perhentian terakhir sebelum semua Rapid Bus memasuki KOMTAR ( Komplek Tun Abdul Razak ) yang merupakan Terminal Pusat di Pulau Pinang. Setelah memasuki Komtar, Rapid Bus akan melanjutkan perjalanan sesuai dengan rutenya masing-masing. Dengan kata lain, semua armada Rapid Bus akan melewati KOMTAR.
Karcis Rapid Bus dihitung berdasarkan jauhnya jarak tempuh. RM 1,40 untuk jarak dekat, RM 2 untuk jarak sedang, dan jarak terjauh adalah RM 2,70. Karcis atau tiket dapat dibeli langsung pada saat kita naik dengan menyebutkan tujuan dan membayar tunai kepada supir. Berilah uang pas karena tidak ada uang kembalian.
Hotel yang kami tempati pada malam pertama di Penang ini memasang tarif RM 108 untuk Standard Room. Kami hanya kena charge RM 90 karena memesan lewat booking.com. Uang jaminan sebesar RM 50 dan dikembalikan saat kita check-out. Proses check-in mudah dan cepat. Resepsionis standby 24 jam. Hotelnya cukup bersih dengan kamar mandi didalam dan memiliki jendela yang menghadap langsung ke Jalan Penang. Tersedia Wi-Fi bagi semua tamu hotel dan sinyalnya bagus.
|
View dari jendela kamar hotel Grand Inn Penang Road |
|
Diseberang hotel Grand Inn Penang terdapat cafe dan gerai 7/11 |
Untuk urusan makanan, Penang adalah tempatnya. Kami pergi ke berbagai tempat untuk melihat-lihat wisata kuliner yang ditawarkan, tetapi tentu saja akhirnya kami hanya memilih yang sesuai dengan selera kami, yakni aman diperut dan aman dikantong. Namanya juga pelancong budget terbatas. Tetapi harga makanan umumnya cukup murah dan terjangkau, mulai dari RM 3,5 sampai RM 5,5 untuk gerai dipinggir jalan ataupun food court. Para penjaja Mie Hokkian maupun Bubur mencantumkan harga makanan sesuai dengan ukuran porsi. Porsi kecil seharga RM 3,5 dan porsi sedang RM 4,5 serta porsi besar RM 5,5. Mereka juga menawarkan lauk tambahan bila kita berminat. Tetapi porsi yang disajikan umumnya selalu yang kecil bila kita tidak meminta porsi yang lebih besar. Cukup fair.
Untuk restoran-restoran berkelas dan bertempat di mall atau sejenisnya, harganya berkisar antara RM 16 sampai RM 25 tetapi dengan variasi dan pilihan menu yang lebih beragam. Mereka rata-rata fasih berbahasa Hokkien, Mandarin, Melayu dan Inggris. Bahkan tukang becakpun jago bahasa Inggrisnya.
Tempat-tempat yang kami kunjungi pada hari kedua adalah Kek Lok Si Temple dan Batu Ferringhi. Sebenarnya kami juga berencana ke Bukit Bendera ( Penang Hill ), tetapi karena cuaca siang itu sudah sangat mendung dan awan hitam menggantung di atas bukit, membuat kami mengurungkan niat dan memilih membatalkan rencana.
Menuju ke Kek Lok Si Temple dari Terminal Komtar dengan Rapid Bus memakan waktu 1 jam. Kami turun di halte dekat Klinik Bersatu. Dari sini sudah tampak megahnya Kek Lok Si Temple yang dibangun diatas bukit dengan tebing batunya. Perjalanan menuju lokasi kuil cukup melelahkan bila kita berjalan kaki karena jalannya yang menanjak dan jaraknya kurang lebih 1 km dari halte.
|
Gerbang Depan |
|
Parkiran didepan kuil |
|
Pemandangan dari atas kuil |
|
Dibagian basement terdapat pertokoan dan rumah makan. Tepat disamping tangga menuju basement terdapat sebuah toko souvenir yang menjual macam-macam pernak-pernik, baik yang berhubungan dengan Buddha maupun souvenir khas Penang dan Malaysia umumnya, seperti gantungan kunci dan pajangan. |
|
Karena saat berkunjung tidak bertepatan dengan hari raya maka banyak toko yang tutup |
|
Sebuah kuil di seberang Kek Lok Si Temple |
Sore harinya kami menuju Batu Ferringhi dengan menumpang Rapid Bus jurusan Teluk Bahang. Terdapat banyak resort dan hotel berbintang dilokasi ini, meskipun ada juga hotel-hotel budget diantaranya. Bar-bar dan tempat minum diarea terbukapun terlihat banyak. Sejatinya tempat ini lebih disukai oleh turis-turis bule dan pelancong yang berkantong tebal.
Sebelum kesana, kami mengetahui bahwa pada hari itu, tepatnya malam itu sedang diadakan bazaar malam. Didalam bayangan kami sebuah bazaar malam pastilah ramai dengan pengunjung dan dipenuhi oleh pedagang segala rupa. Ternyata meleset perkiraan kami. Bazaarnya terhitung sangat-sangat sepi bila dibandingkan dengan pasar malam di Indonesia.
Barang-barang yang dijajakan sangat sedikit. Hanya ada kurang dari 10 kios tenda pakaian dan beberapa pedagang jam tangan. Masih lebih bagus jam-jam yang dijajakan di kaki lima di Jakarta, hehehe...
Souvenirpun kurang beragam. Ada kaos-kaos bertuliskan "Penang" tetapi bahannya sangat tipis. Gantungan kuncipun tidak menarik hati kami. Kurang lucu, biasa saja. Kamipun akhirnya sampai di Pusat Jajanan yang dipenuhi turis asing, 80% adalah bule. Mereka merokok, makan dan minum bir ditemani pramusaji lokal.
Makanannya cukup beragam, mulai dari masakan aneka seafood, char kwetiow, pasembur, roti cane, nasi kandar dan kebab sampai hidangan vegetarian juga ada. Harganya bervariasi mulai dari RM 5 sampai RM 12 perporsinya. Kami memesan Fried Bee Hoon Singapore seharga RM 5,5 dan Pok Choy tumis serta Mix Vege masing-masing seharga RM 8 serta nasi putih seharga RM 2 seporsinya. Porsi makanannya kecil sehingga cukup untuk dua orang.
Puas makan kami menuju gerai buah segar dan rojak. Sepotong buah pepaya, semangka dan melon dijual masing-masing seharga RM 1, sedangkan sebutir apel potong dijual seharga RM 3. Setelah kenyang, kami segera kembali ke hotel, mengingat perjalanan cukup jauh dan memakan waktu 1 jam.
|
Resort-resort di Batu Ferringhi tampak dari kejauhan |
Hari ketiga kami menyusuri jalan-jalan, lorong-lorong serta pemukiman penduduk dengan berjalan kaki dari Kimberly House, sebuah hotel bernuansa etnik di Lebuh Kimberly, tempat kami menginap selanjutnya. Sengaja kami menginap di dua tempat berbeda untuk merasakan suasana yang berbeda pula.
Kimberly House begitu tinggi rating reviewnya di agoda.com. Tidak mengecewakan juga kenyataannya. Stafnya sangat ramah, hotelnya bersih dan bebas asap rokok. Hanya ada 35 kamar dan terdiri dari dua lantai. Lantai atasnya dari kayu dan full karpet. Sebab itu tamu-tamu yang tinggal dilantai atas tidak diperbolehkan memakai alas kaki tetapi disediakan tempat untuk menyimpan sepatu dan sandal berupa sebuah lemari sepatu disamping tangga sebelum para tamu naik ke lantai atas.
Disamping itu pula terdapat lift khusus untuk menaikkan dan menurunkan bagasi yang dioperasikan secara manual dengan katrol. Tamu yang menginap kebanyakan adalah pasangan, baik pasangan muda maupun mereka yang paruh baya, tetapi anak-anak kecil tidak diperbolehkan. Hanya tampak beberapa remaja yang menginap dengan orangtua mereka. Sepertinya sudah kebijakan pihak hotel yang tidak memperkenankan tamu membawa anak dibawah usia 15 tahun.
Menyusuri Georgetown rasanya seperti menyusuri lokasi Kota Tua di Jakarta. Banyak bangunan kuno dan bersejarah serta peninggalan dari jaman kolonial yang terdapat diarea ini. Gaya bangunan mengadaptasi arsitektur Portugis. Salah satu hal yang menarik adalah lukisan-lukisan didinding gedung atau tembok rumah yang sebagian besar dikerjakan oleh seorang seniman Lithuania pada rentang tahun 2010 sampai 2012 dan sebagian lagi adalah karya seniman lain.
Lukisan-lukisan tersebut menjadi terkenal karena dipotret oleh turis mancanegara dan diposting di dunia maya. Daya tariknya sanggup mendatangkan wisatawan dari berbagai negara, terutama dari Eropa dan Amerika. Beberapa diantara lukisan-lukisan tersebut menjadi spot favorit bagi para turis dan fotografer.
|
Salah satu spot favorit di Lebuh Armenian |
Yang menarik pada saat itu adalah rombongan pengunjung sebagian besar adalah turis bule sehingga guidenya menggunakan bahasa Inggris. Tetapi saat dia sudah selesai mengantar rombongan, dia menyempatkan diri menyapa kami dalam bahasa Melayu dengan logat Indonesia yang fasih. Dia seakan sudah tahu kalau kami berasal dari Indonesia.
Menurutnya, 80% turis Indonesia yang datang ke Penang tujuannya adalah berobat. Dan 80% dari mereka berobat ke Penang Adventist Hospital. Sisanya yang 20% berobat ke rumah sakit lain yang tersebar diseantero pulau.
Sempat teringat saat kami berada dibandara Penang, ketika mendengarkan percakapan dari tiga orang yang berbeda, mereka berobat di tiga rumah sakit yang berbeda, yakni Glenagles, Island Hospital dan Adventist. Juga dari obrolan terdengar bahwa rumah sakit favoritnya orang Indonesia adalah Island Hospital. Ternyata berbeda-beda pandangan turis tentang rumah sakit favorit mereka.
Kembali kepada guide yang menemani para turis tadi yang menurut kami kayak Cak Lontong aja, yang candanya menggelitik di acara ILK dengan versi lawakannya yang selalu menggunakan hasil survey. Walau hasil surveynya tidak sepenuhnya tepat, tapi dia berhasil menebak kami setidaknya, yang memang menyempatkan diri untuk cek kesehatan di Penang Adventist Hospital (PAH). Amazing....
|
Didepan gerbang sebelum memasuki lokasi Khoo Kongsi |
|
Loket tiket ada didalam bangunan ini |
|
Kuil |
|
Langit-langit kuil dipenuhi lampion |
|
Lukisan pada dinding kuil |
|
Didalam ruang museum |
Tujuan selanjutnya ke Chew Jetty, pemukiman para nelayan di Pulau Pinang. Rumah-rumah mereka dibangun diatas air dimana lantainya terbuat dari kayu berlian. Banyak toko-toko yang menjual souvenir dan makanan. Diujung dermaga terdapat sebuah kuil menghadap kearah laut. Sedangkan tak jauh dari situ, tampak aktivitas kapal-kapal feri yang melayani penyeberangan orang dan kendaraan dari pulau menuju daratan utama Malaysia.
Tidak ada bau amis khas pemukiman nelayan seperti di Muara Angke dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Padahal ada saja orang yang sedang membersihkan dan menyiangi ikan. Tetapi memang tampak ada saluran pembuangan serta pipa air bersih dan hidran untuk pemadam kebakaran. Sanitasinya sangat baik sehingga dapat menarik minat turis asing.
Disekitar lokasi juga banyak terdapat rumah makan, ada nasi kandar, wonton mie, hokkien mie, seafood dan restoran Indonesia. Harga makanannya juga bervariasi mulai dari RM 3,5 sampai RM 5.
|
Kuil didepan Chew Jetty |
Kami sebenarnya hendak menuju Cornwill Fort, tetapi karena matahari sudah tinggi dan teriknya tak tertahankan, kami urungkan niat. Kami akhirnya naik Rapid Bus menuju ke Queensbay Mall. Tujuannya selain cuci mata adalah ngadem.
Queensbay Mall sebenarnya dekat dengan airport karena terletak di area Bayan Baru. Airport terletak di area Bayan Lepas. Mall ini bisa dibilang pusat perbelanjaan yang paling megah di Pulau Pinang.
|
Relief Gajah sebelum memasuki food court |
Ada sebuah gerai yang menjual es campur yang mana untuk isi es campurnya begitu banyak pilihannya dan harganya sangat bersahabat. Porsi besar untuk dua orang hanya RM 3,5. Disebelahnya ada gerai pie mini yang harganya juga murah meriah dengan topping aneka rasa.
Puas cuci mata dan perut kenyang, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Awalnya kami berencana ke Hawker Gurney Drive untuk makan malam, namun akhirnya batal karena kami kepincut dengan char kwee teow di depan hotel yang pengunjungnya begitu padat. Padahal jualannya dengan gerobak dorong. Rasanya lumayan enak, harganya RM 3,5 perporsi. Lebuh Kimberly memang ramai pada malam hari dengan jajanan khas Pulau Pinang.
|
Gerobak penjual char kwee teow di Lebuh Kimberly |
|
Kuliner di Lebuh Kimberly pada malam hari |
Karena jam baru menunjukkan pukul 19.30, kami meneruskan jalan-jalan malam menyusuri Jalan Pintal Tali dan Lebuh Chulia sampai ke Lebuh Carnarvon. Di Lebuh Chulia terdapat banyak bar dan restoran maupun pedagang makanan. Tempat ini terkenal dengan kehidupan malamnya. Sekilas tampak beberapa waria sedang menanti pelanggannya. Kalau dibandingkan dengan waria-waria di Taman Lawang, waria-waria disini sudah ketinggalan jaman alias tua-tua.
|
Salah satu fasad depan sebuah penginapan di Lebuh Chulia |
|
Salah satu gerobak penjaja sate ayam di Lebuh Chulia |
Hari terakhir di Penang kami habiskan dengan membeli oleh-oleh di Chowrasta Market, Penang Bazaar, Prangin Mall dan Mydin. Ada sebuah toko manisan bernama 'Pak Ali' di Jalan Penang yang menjual aneka macam manisan serta souvenir. Sedangkan di Lebuh Champbell lebih banyak toko-toko pakaian import dari Cina dan Thailand.
|
Menunggu gerai es cendol buka |
|
Jalan Penang |
|
Jalan Penang dengan latar gedung KOMTAR |
|
Pedagang di sepanjang Jalan Penang |
Kami check out pukul 12.00 dan menitipkan bagasi kami pada staf resepsionis hingga pukul 16.00, sementara kami berjalan-jalan ke Prangin Mall yang letaknya persis didepan Terminal Komtar. Hingga akhirnya tiba waktunya kami menuju ke Penang International Airport untuk kembali ke tanah air.
Semoga lain waktu dan kesempatan bisa kembali ke Penang. Dahhh...