Tahun 2014 diawal bulan Agustus, aku mengurus BPJS di tempat tinggalku. Sebelumnya aku sudah mencoba mendaftarkan diri secara online dari laptopku di website BPJS. Tetapi lalu lintas website itu sangat sibuk sehingga sulit untuk membukanya. Pada saat sudah terbuka dan sampai pada tahap memasukkan data, ada satu kolom yakni tanggal lahir yang tidak bisa diketikkan data. Sungguh melelahkan.
Akhirnya pada pagi hari berikutnya, sekitar pukul 9 pagi, aku pergi ke kantor BPJS untuk mengambil formulir. Maksud hati setelah mengisi data-data akan langsung dikembalikan, tetapi ternyata tidak bisa demikian karena untuk mengembalikan data, peserta harus mengambil nomor antrian. Pada pukul 07.30 nomor antrian sudah habis. Karena itu aku kembali ke kantor BPJS pada keesokan harinya pada pukul 06.30 dengan membawa semua berkas-berkas yang diperlukan yakni lembaran formulir yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pemohon dan ditempeli pasphoto ukuran 3x4, foto copy KK dan KTP. Tapi apa yang terjadi saat aku tiba di lokasi?
Aku menuju pintu gerbang yang masih terkunci, tampak orang-orang hanya santai duduk dibawah pohon, sebagian lagi duduk di trotoar dan ada juga yang sedang ngopi di warung didekatnya. Aku tidak menemukan antrian orang yang sedang berbaris tetapi deretan-deretan helm dan botol minum kemasan yang diletakkan berjajar-jajar sebagai pengganti orang yang antri.
Ternyata antrian telah mengular. Aku sudah berada di posisi ke 84 saat itu. Mengapa aku bisa tahu, itu karena antrian dibuat dalam 4 barisan. Masing-masing barisan berisi 25. Ketika aku bertanya jam berapa mereka yang mendapat nomor antrian kecil itu tiba dilokasi. Jawabannya adalah pukul 2 dinihari. Astaga.
Pagar dibuka tepat pukul 07.30. Sesaat sebelum satpam sampai didepan pagar, para calon peserta bergegas menuju barisan antrian menggantikan tugas antrian helm dan botol minum mereka. Tidak ada kericuhan, semua berjalan tenang. Para helm dan botol yang ditinggalkan oleh pemiliknya, didiskualifikasi. Akhirnya aku mendapat nomor antrian 78. Lumayan, tetapi tetap saja akan lama. Menurut yang sudah pernah antri sebelumnya, nomor 78 selesai kira-kira pukul 15.00.
Satu persatu calon peserta menuju ke pelataran gedung dan dipersilahkan duduk dibawah tenda yang sudah disediakan. Sementara itu satpam memanggil 25 peserta pertama untuk memasuki gedung. Ada sekelompok orang yang memasuki gedung tanpa nomor antrian, ternyata mereka adalah peserta yang hendak mencetak kartu dan mereka yang hendak merubah data.
Ketika nomor antrian didalam sudah sampai nomor 7, jam menunjukkan pukul 08.30 ada seorang bapak paruh baya yang menghampiriku dan bertanya berapa nomor antrianku. Dengan sopan aku menjawabnya,"78, Pak. Masih lama", sambil tersenyum. Bapak itu lalu menyodorkan nomor antriannya padaku sambil mengatakan bahwa ia tidak jadi mengantri karena data-data yang dibawanya masih kurang. Ia akan kembali lagi keesokan hari. Saat menerima nomor antriannya yang ternyata adalah nomor, 28! Aku sangat berterima kasih padanya. Tetapi ada kejadian yang sangat menggelitik pada saat itu. Disebelah kananku ada seorang ibu yang begitu antusias mengajak aku menukar nomor dengannya. Nomornya 30. Aku menjawabnya," Kan, sudah dekat. Kita hanya beda 2 nomor, Bu". Tetapi dengan berbagai modus, dia berusaha menukar nomornya itu. Tetapi aku hanya tersenyum. Sedari aku duduk disampingnya selama 1 jam, kami tidak saling menyapa. Ia juga kelihatan tenang-tenang saja. Tetapi oleh karena kejadian yang kualami, ia berubah agresif dan penuh emosi sampai-sampai memakai jurus kata-kata bahwa anaknya sedang dirawat di ICU segala.
Hanya berselang beberapa saat, seorang bapak dibelakangku meminta nomor antrianku yang 78 itu, alasannya untuk mengurus 2 KK sekaligus, tentu saja kuberikan. Lalu aku pergi meninggalkan tempat dudukku dan duduk disebelah seorang ibu yang berusia 64 tahun. Namanya Ibu Siti Aisyah. Aku mengetahui nama beliau keesokan harinya. Ibu itu tampak santai saja dan kami mengobrol seputar hal-hal ringan.
Tak lama setelah itu, datanglah sepasang suami istri yang menghampiriku dan bertanya," Ibu ini yang tadi dapat antrian nomor muda ya?". Waduh...ada lagi nih. Dia lalu berkata, sebaiknya nomor itu diberikan kepada seorang ibu haji yang kehabisan nomor antrian. Ibu Haji itu datang dari Ciampea dan ini adalah kedatangannya yang kedua, dan tetap tidak mendapat nomor.
Sebelum aku menjawab apa-apa, sudah ada orang yang menyeletuk dari belakang," Salah sendiri tuh Bu Haji, datangnya siang-siang, biar tiga kali datang juga enggak bakal dapat nomor kalo jam segini baru sampai. Kalau ibu ini dapat nomor kecil dikasih ama orang mah, itu udah rejekinya, Bu". Jawaban yang ketus tetapi memang benar adanya. Aku cuma senyum-senyum lantaran nomor antrian 78-ku telah diberikan pada bapak tadi.
Maka pada pukul 11.30 terdengar lagi panggilan dari satpam agar peserta nomor antrian 25 sampai 50 dipersilahkan memasuki ruangan. Aku agak ragu, apakah akan terpotong antrianku dengan waktu istirahat para petugas BPJS. Tetapi sungguh beruntung, saat nomor 28 dipanggil, sang petugas berkata, setelah nomor antrian 28 waktunya istirahat. Lega sekali.
Coba bayangkan, hanya ada 3 buah loket saja didalam sana. Loket I untuk penyerahan data peserta baru BPJS, yakni rombonganku ini. Loket II khusus untuk PNS, ABRI dan Perubahan Data. Loket III untuk mencetak kartu. Astaga, pantas lama sekali. Mengapa tidak ditambah lagi loketnya? Agar pelayanan bisa maksimal dan tak perlu menunggu hingga pukul 5 sore.
Saat aku sudah selesai didata, aku memperoleh lembaran kertas berisi nomor Virtual Account dari 3 buah bank, yakni Bank BNI, BRI dan Mandiri. Saat keluar dari ruangan ada sepasang mata yang mempelototi aku, yakni milik si ibu yang bermodus tadi. Hihihi...
Aku tidak berniat langsung menyelesaikan pembayaran dan mencetak kartu pada hari yang sama karena aku masih harus membeli sesuatu untuk keperluan anakku. Jadi aku membayar di ATM Mandiri dan kembali keesokan harinya. Aku kembali pada pukul 09.30 dan namaku dipanggil pukul 11.30. Saat akan mencetak kartu peserta diharapkan membawa KK asli, KTP pemohon, dan atau surat kuasa bila mewakilkan pada orang lain.
Jadi kesimpulanku adalah berjubel-jubelnya antrian calon BPJS dikarenakan:
1. Sedikitnya Kantor BPJS, contohnya di tempat tinggalku, satu kantor mengurusi orang di 40
kecamatan.
2. Sedikitnya loket pelayanan pendaftaran baru, contohnya ditempat tinggalku, hanya satu loket.
3. Karena penyebab nomor 1 dan 2 menyebabkan calon peserta harus pagi-pagi mengantri walau
dengan cara yang sedikit aneh dengan mewakilkan helmnya, botol minumannya ataupun sandalnya,
sehingga tanda pengumuman bahwa antrian dimulai pukul 07.30 tidak berlaku.
Oleh sebab itu, mudah-mudahan kedepannya, pemerintah dalam hal ini sebagai penyelenggara BPJS dapat membenahi dan meningkatkan mutu pelayanannya mulai dari pendaftaran calon hingga menjadi peserta BPJS. Kita percaya pada kinerja pemerintah yang semakin hari akan semakin baik ini.