Rangkaian acara sebenarnya sudah mulai digelar sebelum Tahun Baru Imlek yakni acara pemberian sedekah berupa bahan sembako kepada penduduk setempat yang kekurangan ekonominya. Lalu beberapa hari sebelum Cap Gomeh terdapat tradisi memandikan Kong Co atau tandu para dewa. Memandikannyapun melalui serangkaian upacara. Bagi para wisatawan lokal ataupun penduduk setempat, air bekas membersihkan para Kong Co tersebut dianggap memiliki kekuatan magis yang dapat dipakai sebagai tolak bala dan juga mendatangkan rezeki. Air tersebut biasanya akan dipakai untuk membersihkan kapal-kapal nelayan. Seperti kita tahu bahwa kota Tegal adalah salah satu kota yang terletak di Pantura yang aktivitas para nelayannya ramai dan sibuk. Tegal dikenal pula sebagai Kota Bahari.
Pada malam sebelum Cap Gomeh, selepas magrib arak-arakan Kong Co akan melintasi jalur-jalur utama disekitar Klenteng. Para Kong Co yang ditandu tersebut akan ramai-ramai diperebutkan untuk ditandu bergantian oleh para pengunjung. Makin sering kita memanggul tandu tersebut maka akan semakin banyak rezeki yang akan kita peroleh nantinya.
Menurut tradisi dan kepercayaan, para Kong Co akan sangat senang bila tandunya digoyang-goyangkan. Maka para pemanggul tandu akan juga menggoyang-goyangkan tandu yang dipanggulnya agar Kong Co senang.
Sebagaimana hio menjadi lambang dan sekaligus wadah dan sarana untuk menyampaikan doa kepada para Dewa, maka pada saat upacara perarakan ini hio tidak terputus dinyalakan. Udara menjadi pengab oleh asap dan mata menjadi berkunang-kunang serta berair. Sementara itu lilin dan lampion menghiasi seluruh area Klenteng. Lampion-lampion berwarna merah menghiasi sepanjang jalan yang akan dilalui perarakan Kong Co. Belum lagi tabuhan gendang dan cymbal mewarnai upacara tanpa henti. Juga petasan dan kembang api yang disulut oleh warga maupun pengunjung. Telinga menjadi pekak dan hidungpun mengeluarkan air karena pengaruh bau hio. Walau demikian, sampai tengah malam masih saja tetap ramai
oleh pengunjung dan mereka baru akan menyudahi upacara setelah lewat tengah malam.
Besok paginya, upacara akan dilanjutkan kembali sampai dengan malam hari. Baru setelah itu para Kong Co akan diletakkan kembali ditempat peristirahatannya didalam Klenteng sampai dengan Cap Gomeh tahun yang akan datang.
Dalam rangkaian upacara itu ada juga acara unjuk kebolehan para pengikut setia para Kong Co yakni dengan menusuk-nusuk diri dengan pedang atau juga memotong lidah mereka. Bagi orang awam, pertunjukkan ini sangatlah menyeramkan. Aku sendiri tidak berani menyaksikan karena ngeri. Sedangkan suamiku menyaksikan dengan khidmat dan diam. Ternyata dia juga ngeri tetapi masih punya nyali untuk melihat.
Para pengunjung datang dari berbagai daerah di tanah air. Mereka sudah memesan hotel dan penginapan dari jauh-jauh hari. Ada beberapa hotel besar di kota Tegal dan satu-dua jenis penginapan sekelas losmen. Kebetulan kami menginap disebuah losmen yang dikelola oleh kenalan kami. Pada waktu kami tiba di sana sehari sebelum perarakan dimulai, semua kamar sudah penuh terisi. Dilobi saat itu kami melihat hilir mudik banyak tamu-tamu yang kecewa karena tidak mendapat kamar. Ada yang mengumpat, mau tidur dimana mereka malam itu karena semua tempat sudah penuh. Beberapa tahun yang lalu, saat suamiku berkunjung ke Tegal pada perayaan yang sama, ia tidur dirumah kerabat sahabatnya karena tidak mendapat kamar hotel ataupun losmen.
Perayaan dua hari dua malam itu membuat warga Tegal sigap seketika. Mereka akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya menyambut tamu-tamu dari luar kota. Bagi para pedagang, acara tersebut mendatangkan rezeki berlimpah, baik itu pedagang cenderamata dan souvenir, pedagang makanan dan minuman maupun penyedia jasa seperti hotel, losmen, tukang becak, tukang ojek maupun guide lokal. Setelah lewat dua hari perayaan, kota akan kembali normal seperti sedia kala. Seperti waktu kami bangun pada pagi hari setelah upacara usai, suasana sunyi dan damai, tidak ada lagi hiruk pikuk. Didepan Klenteng hanya tampak beberapa orang sedang menyapu halaman. Jalan raya juga tampak lengang dan toko-toko disepanjang jalan tampak buka seperti biasa, seakan kemarin tidak terjadi apa-apa.
Bahkan didepan Klenteng terdapat sebuah rumah walet yang tampak penuh dihuni oleh mahluk-mahluk penghasil liur emas tersebut, tampak terbang dengan damai dan sesekali mengeluarkan suara khasnya. Bagaimana keadaan mereka dua hari dua malam yang lalu Menjadi pertanyaan bagi kami, tidakkah mereka terganggu? Tampaknya tidak, karena menurut pemilik gedung, walet-walet itu sudah ada disana puluhan tahun yang lalu. Sungguh suatu keajaiban alam.
Setelah membeli oleh-oleh khas Tegal berupa telur bebek asin yang tersedia dalam tiga pilihan, yakni mentah, rebus dan telur bakar serta seperangkat teko dari tanah liat, yang dijajakan oleh toko-toko disepanjang jalan raya, kami bergegas kembali ke Jakarta. Ciao.