Pada awalnya memang terasa ada ganjalan dan sedikit gangguan, terutama pada rutinitas kegiatan kami sekeluarga.
Biasanya apabila kami sekeluarga hendak berpergian, kami tinggal mengunci pintu saja dan langsung berangkat. Juga bila kami hendak mengadakan acara kumpul-kumpul dengan teman-teman dan ibadat ataupun latihan koor bersama Lingkungan dan Gereja, kami tinggal mengundang dan mereka bisa datang kapan saja. Atau bila kami hendak menginap diluar kota, kami tidak perlu repot-repot mengurusi akomodasi, cukup pesan satu kamar yang memiliki twin bed ukuran king size dan queen size yang cukup untuk kami berempat. Dan selama 3 bulan pertama sejak mama tinggal bersama kami, rutinitas tersebut harus berubah demi menjaga stabilitas dan kepentingan bersama.
Mamaku sedang dalam masa berkabung yang dalam. Keadaan fisiknya sangat menurun seiring dengan beban psikisnya sejak lama karena merawat papa yang sakit selama hampir 27 tahun. Mama menjadi lebih sensitif dari biasanya, tidak mau ditinggal sendiri dirumah, masih menghindari keramaian dan menarik diri dari pergaulan. Kami mencoba mengerti keadaannya dan selalu menghibur serta menyemangatinya. Kami tidak melupakan bahwa mama juga sedang dalam proses menyesuaikan diri dalam keluarga kami.
Sejak saat itu, selalu saja ada salah satu anggota keluarga yang ditinggal dirumah untuk menemani mama. Jadi, praktis kami tidak pernah lagi berenang berempat, ke toko buku hanya bertiga, demikian juga bila ke gereja, belanja, bahkan kami tidak pernah pergi nonton bioskop dan jarang sekali ada acara makan diluar dalam periode tersebut. Pasalnya, mama vegetarian dan belum lagi berbagai alerginya pada makanan yang digoreng dan dibakar serta bumbu-bumbu masak tertentu.
Ada kalanya kami makan diluar dan mengajak mama serta. Kami memilih resto yang tidak terlalu mempermasalahkan bila membawa makanan dari luar karena mama selalu membawa bekal makanan dan minuman kemanapun dia pergi. Atau kami semua beralih ke makanan bermenu vegetarian.
Anak-anak pernah mengeluhkan keadaan dan perubahan yang terjadi dalam rumah kami, tetapi dengan diberi pengertian yang baik, mereka sangat memahami keadaan yang dihadapi dan tampaknya juga berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan dalam rutinitas dan kegiatan di rumah. Alhasil, anak-anakku yang sudah remaja dan duduk di bangku SLTA betah dirumah dan memiliki banyak kegiatan yang dapat mereka lakukan di rumah.
Waktupun perlahan berlalu dan mama sudah mulai melalui masa berkabungnya. Perlahan tapi pasti mama sudah bisa melibatkan diri lagi dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Mamaku Buddist yang taat. Kini mama sudah punya acara rutin sebulan dua kali menginap di rumah adiknya, tanteku di Jelambar, untuk kegiatan viharanya di bilangan Jelambar. Mama bisa menginap 2 sampai 3 hari disana. Nah, saat mama menginap itu, kami bisa pergi berempat untuk nonton, nongkrong di cafe, jalan-jalan di mal atau sekedar keliling-keliling naik mobil. Ke gerejapun kami dapat bersama-sama bila kepergian mama menginap pas jatuh dihari Sabtu atau Minggu.
Mama sudah mulai menata lagi peralatan riasnya dikamar dan mengeluarkan peralatan sound systemnya. Aku sampai merelakan ruang tamu kami didepan untuk kepentingan mama melakukan segala aktivitas dan kesenangannya. Aku membiarkan mama meletakkan mesin jahit, meja tamu yang bisa sekaligus menjadi meja potong, karena mama gemar menjahit, TV ukuran 42 inch yang diletakkan diatas bufet, termasuk DVD Karaoke dan satu set sofa panjang yang bisa menjadi tempat tidur siangnya dan juga sebuah meja setrika di ruangan itu.
Ruang lain yang dikuasai mama adalah ruang cuci. Mama selalu mencuci pakaiannya sendiri padahal kami memiliki mesin cuci. Mama juga menyeterika pakainnya sendiri padahal kami memiliki asisten rumah tangga yang kugaji untuk menyeterika dan membersihkan rumah. Kadang-kadang dipilih-pilihnya pakaian kami untuk dicucinya dengan tangan. Alasannya, sayang pada pakaian yang bahannya halus bila dicuci mesin bisa cepat rusak.
Mama juga memasak makanannya sendiri dan mencuci alat makannya sendiri. Dia akan belanja sayuran ke pasar terdekat seminggu dua kali. Kebetulan tempat tinggal kami tak jauh dari pasar. Dia akan membawa keranjang sayurnya untuk berbelanja dan hanya akan pulang bila uangnya sudah habis. Tetapi budget belanjanya memang tak pernah lebih dari lima puluh ribu saja.
Dengan demikian, mama juga sudah menguasai area dapur. Kami senang karena sejak mama mau melibatkan diri dalam kegiatan dan rutinitas kami, banyak hal terbantu dan ada banyak hal-hal baru mewarnai kehidupan kami.
Beberapa hal yang pada akhirnya sangat kami syukuri adalah mama menjadi teman bagiku dan terutama bagi anak-anak dalam berbagi rasa dan cerita. Dari mama juga, anak-anak banyak belajar hal-hal baru dalam hidup mereka.
Mamaku orang yang baik hati dan juga sangat ringan tangan. Bila anak-anak mengeluhkan sesuatu, dia akan mencoba menolong dan sekaligus mengajari mereka mengatasi masalah dengan membantu mencari jalan keluarnya. Anak-anak dengan ringan dan terbuka bisa 'sharing' dengan neneknya tentang apa saja yang dialaminya.
Anak-anak juga belajar memasak menu masakan kesukaannya. Anakku yang besar, lelaki, sudah bisa membuat mi goreng, nasi goreng, mi godok, soup cream makaroni, telur dadar dan omelet setengah matang. Sedangkan adiknya, perempuan, sudah bisa memasak semua menu diatas ditambah capcay, bolu, cookies, dan membuat pasta sendiri. Mama mengajarinya membuat adonan mie dan menggiling serta memotongnya.
Suatu ketika pernah ia membuat kejutan dengan menyajikan kami sekeluarga dengan mie ayam spesial yang pastanya dia buat sendiri berikut semua sayuran dan kuahnya. Rasanya uenak tenan. Tentu dengan bangga ia mengatakan, " Popo yang ajarin. aku sudah bisa sekarang". Anak-anak memanggil mama Popo, yang artinya nenek dalam dialek Khek atau Chinese Hakka.
Bila hari libur, mereka bertiga-tiga akan mencuci sandal dan sepatu yang kotor, tidak peduli milik siapa, semuanya dibersihkan. Mereka menjadi lebih peduli satu sama lain, saling menjaga dan saling menghargai.
Buat aku pribadi, adalah suatu kebahagiaan tak terkira. Kini dimeja makan kami selalu terhidang makanan sehat ala vegetarian yang dulu kami anggap aneh, tetapi kini kami menyukainya. Aku hanya sekali-sekali saja memasak menu daging, yang artinya aku hanya sekali-sekali saja memasak didapur.
Seiring waktu, kesehatan mama semakin membaik baik mental maupun fisiknya. Semua alerginya sudah hilang dan mama kini sudah bisa memakan gorengan, tentu saja yang vegetarian. Mama menderita alergi pada gorengan hampir 20 tahun lamanya. Setiap menyantap makanan yang ada unsur 'digoreng', Mama pasti radang.
Kini, bila kami hendak makan diluar, sudah bukan halangan untuk mengajak mama serta. Kami jadi lebih sering makan di resto vegetarian ketimbang resto biasa. Mungkin karena selama ini kami selalu memakan masakan vegetarian, jadi kami merasa cocok dengannya. Bila kami sesekali ingin mencicipi resto umum, mama dapat memilih menu tanpa daging.
Mama bahkan bisa ikut kami nongkrong di cafe. Dia bisa minum hot chocolate dan mencoba menu bitterballen keju serta banana wrap topping cheese dan peanut. Sementara aku dan suami asyik ngobrol, anak-anak online di laptopnya masing-masing, mama membaca tabloid dan majalah. Asyik,kan?
Sehari-hari aku sibuk pada pekerjaanku ditoko pot dan pernak-pernik pajangan, sehingga aku jarang berada didapur pada siang hari. Hanya pagi hari saja aku menyiapkan menu sarapan dan bekal untuk anak-anak kesekolah. Bila aku kesiangan, mama akan menghandel semua pekerjaanku. Bahkan mama selalu mengantarkan makan siangku tepat pukul 10.30.
Dengan rutinitas mama yang selalu menginap dua kali dalam sebulan, kami dapat mengatur jadwal kegiatan kami bila harus keluar kota dengan anak-anak, semisal berziarah keluar kota selama 2 sampai 3 hari. Bahkan saat kami tidak mempunyai kegiatan dan mama sedang tidak ada dirumah, kami semua merindukan kehadirannya dan bahkan kami malah merencanakan akan pergi kesuatu tempat wisata nantinya setelah mama kembali dari menginap dan mengajaknya serta agar dapat pergi bersama-sama dengannya.
Setiap kali kami pergi bersama-sama, tidak lupa juga Mama Mertuakupun diajak. Orang tua kami bersahabat.
Aku bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan padaku, pada keluarga kami untuk dapat bersama-sama dengan orang-orang yang kami cintai, untuk saling berbagi, saling menguatkan dan saling menyayangi. Aku bersyukur atas berkat kesehatan yang Tuhan berikan pada kami, terutama pada mama, sehingga pada usianya yang ke-66 tahun ini, mama tetap semangat menjalani hidupnya, selalu bersyukur atas apa yang dialaminya, dengan iklas dan penuh kasih menyisihkan waktunya untuk pelayanan juga. Puji Tuhan!